Anwar Usman: Putusan MK Sejak Era Jimly Sudah Sarat Isu Konflik Kepentingan

8 November 2023 15:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menggelar konferensi pers setelah dicopot dari Ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik di gedung MKRI, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menggelar konferensi pers setelah dicopot dari Ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik di gedung MKRI, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah kumparan
ADVERTISEMENT
Hakim Konstitusi Anwar Usman membela diri usai dinyatakan terbukti melanggar etik berat terkait putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Dia menegaskan, tudingan konflik kepentingan terhadapnya dalam memutus perkara tersebut merupakan fitnah.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut bukan tanpa sebab. Anwar menyebut, sejak MK berdiri pada 2003, sejumlah perkara yang diisukan mengandung konflik kepentingan juga banyak yang diadili oleh mahkamah. Tidak hanya saat mengadili perkara nomor 90 tersebut.
"Dalam penanganan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023, sebagai Hakim karier, saya, tetap mematuhi asas dan norma yang berlaku di dalam memutus perkara dimaksud," kata Anwar Usman di Gedung MK, Rabu (8/11).
"Terkait dengan isu konflik kepentingan, (ada) sejak era Kepemimpinan Prof. Jimly," ucapnya.
Dia membeberkan sejumlah putusan tersebut:

Era Jimly Asshiddiqie

Era Mahfud MD

Era Hamdan Zoelva

Era Arief Hidayat

ADVERTISEMENT

Era Anwar Usman

"Meskipun menyangkut persoalan diri saya langsung, namun saya tetap melakukan dissenting opinion, termasuk kepentingan langsung Prof. Saldi Isra dalam pasal 87b terkait usia yang belum memenuhi syarat," kata Anwar.
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
Anwar mengatakan, melihat banyaknya isu soal konflik kepentingan yang diadili MK, dia menilai pengujian perkara adalah bersifat umum, bukan individual.
"Pada intinya menjelaskan bahwa perkara pengujian UU di Mahkamah Konstitusi adalah penanganan perkara yang bersifat umum (publik), bukan penanganan perkara yang bersifat pribadi, atau individual yang bersifat privat," kata Anwar.
Atas perkara-perkara di atas tersebut, Anwar menanyakan, apakah dirinya harus mundur dalam pengujian perkara dengan isu konflik kepentingan atau tidak.
ADVERTISEMENT
"Apakah sebagai Hakim Konstitusi dan Ketua MK, saya harus mengingkari putusan-putusan terdahulu, karena disebabkan adanya tekanan publik, atau pihak tertentu atas kepentingan tertentu pula?" ucapnya.
"Atau saya harus mundur dari penanganan perkara 96/PUU-XVIII/2020, demi menyelamatkan diri sendiri? Sebagaimana saya jelaskan di atas, jika hal itu saya lakukan, maka sama halnya, saya menghukum diri sendiri, karena tidak sesuai dengan keyakinan saya sebagai Hakim dalam memutus perkara," sambungnya.
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menggelar konferensi pers setelah dicopot dari Ketua MK setelah terbukti melakukan pelanggaran etik di gedung MKRI, Jakarta, Rabu (8/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah kumparan
Dia menilai, sangat mudah bagi dirinya untuk menghindar dari pengujian yang disebut ber-isu konflik kepentingan dalam memutus perkara. Namun itu tidak dilakukan, karena dia tidak sesuai dengan keyakinannya sebagai hakim.
"Secara logis, sangat mudah bagi saya untuk sekadar menyelamatkan diri sendiri, dengan tidak ikut memutus perkara tersebut," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Karena jika niat saya dan para hakim konstitusi, untuk memutus perkara tersebut, ditujukan untuk meloloskan pasangan calon tertentu, toh, juga bukan kami yang nantinya punya hak untuk mengusung calon, dan yang akan menentukan siapa calon pasangan terpilih kelak, tentu rakyatlah yang menentukan hak pilihnya melalui pemilihan umum," ujarnya.