Peneliti BRIN: Anwar Usman Langgar Etik Berat, Pencalonan Gibran Cacat Moral

8 November 2023 12:32 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aisah Putri Budiatri (LIPI) saat diskusi dengan teman No People No Power: Silaturahmi Politik Paska-Pemilu di D Hotel, Jakarta, senin (29/4/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aisah Putri Budiatri (LIPI) saat diskusi dengan teman No People No Power: Silaturahmi Politik Paska-Pemilu di D Hotel, Jakarta, senin (29/4/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Hal itu buntut dari pelanggaran etik terkait putusan MK Nomor 90/PUU-XXI-2023 tentang syarat capres-cawapres.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, MKMK juga memberikan sanksi kepada Anwar untuk tak lagi menyidang perkara Pemilu. Baik itu Pilpres maupun Pilgub, Pilwalkot dan Pilbup.
Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiatri, putusan Anwar Usman yang dianggap melakukan pelanggaran etik berat terkait konflik kepentingan, itu berarti putusan MK Nomor 90/PUU-XXI-2023 tentang syarat capres-cawapres cacat dan bermasalah.
"Oleh karena itu patut dicabut keputusannya melalui pengujian ulang," kata Aisah kepada wartawan, Rabu (8/11).
Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman menaiki lift untuk menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat (3/11/2023). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Putusan 90 itu membawa dampak terhadap Pilpres 2024. Melalui putusan itu, putra sulung Presiden Joko Widodo yang juga keponakan Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, maju menjadi cawapres.
"Keputusan MK yang problematik secara etik tentu kemudian melekat pada pencalonan Gibran yang wajar jika dilekatkan label negatif sebagai cacat dari segi moral, meski tidak secara aturan," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Dari putusan MKMK itu, asumsi publik selama ini bahwa di dalam MK ada konflik kepentingan menjadi benar adanya.
"Ini kemudian menjadikan image negatif bahwa Gibran maju dengan memanfaatkan posisi pamannya di MK semakin melekat, dan ini kemudian diikuti dengan pelekatan pandangan publik sebagai langkah politik Gibran yang juga tak etis dan memalukan," terang Aisah.
Anwar Usman tak pimpin sidang MK usai putusan MKMK. Foto: Youtube/Mahkamah Konstitusi RI
Oleh sebab itu, Aisyah menjelaskan efeknya tidak hanya pada lekat buruknya image Gibran, tetapi jauh lebih luas pada aspek-aspek demokrasi di Indonesia.
"Dengan pencalonan Gibran yang didasari oleh putusan yang secara etik bermasalah, maka citra pemilu yang dijalankan dengan netral dan bersih dapat dipertanyakan dan diragukan," tandas dia.