Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Profil Bintan Saragih, Hakim MKMK yang Nilai Anwar Usman Harusnya Dipecat
8 November 2023 7:45 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Hakim anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Bintan Saragih menilai seharusnya putusan etik terhadap Ketua MK Anwar Usman adalah pemberhentian dengan tidak hormat.
ADVERTISEMENT
Bintan menilai, Anwar Usman sudah terbukti melanggar etik berat. Anwar diputuskan diberhentikan sebagai Ketua MK dan tak boleh lagi menyidangkan perselisihan pemilu.
"Saya memberi putusan sesuai aturan yang berlaku, dan tingkat pelanggaran kode etik yang terjadi dan terbukti, yaitu sanksi bagi hakim terlapor berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi," kata Bintan saat membacakan dissenting opinionnya dalam sidang etik di MK, Selasa (7/11).
Sementara vonis MKMK terhadap Anwar ini hanya pemberhentian sebagai Ketua MK saja, dan dilarang untuk ikut memutus perkara pemilu saja. Bintan kalah suara dengan dua hakim lainnya, yakni Jimly Asshiddiqie dan Wahiduddin Adams.
Seperti apa profil Bintan Saragih?
Bintan Regen Saragih adalah profesor hukum tata negara. Saat ini, dia aktif mengajar di Universitas Trisakti dan Universitas Pelita Harapan (UPH).
ADVERTISEMENT
Mengajar di Universitas Trisakti, Bintan salah satunya mengisi mata kuliah metode penelitian kualitatif/kuantitatif.
Bintan Saragih meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Indonesia dan doktor di bidang Hukum Tata Negara dari Universitas Padjadjaran. Buku Prof. Bintan R. Saragih yang jadi referensi dunia hukum Indonesia salah satunya adalah Politik Hukum yang diterbitkan pada tahun 2006.
Di MKMK, Bintan Saragih merupakan perwakilan dari unsur akademik. Ia diangkat menjadi anggota MKMK pada 24 Oktober 2023.
Berikut dissenting opinion lengkap Bintan Saragih:
Terhadap putusan Majelis Kehormatan tersebut, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari 1 (satu) orang Anggota Majelis Kehormatan, yaitu Bintan R. Saragih yang menyatakan sebagai berikut:
Terhadap Putusan sanksi oleh Majelis Kehormatan terhadap Hakim Terlapor, saya mengajukan dissenting opinion sebagaimana disebutkan di atas (maksudnya dalam Putusan).
ADVERTISEMENT
Dasar saya memberikan pendapat berbeda yaitu pemberhentian tidak dengan hormat" kepada Hakim Terlapor sebagai Hakim Konstitusi, in casu Anwar Usman, karena Hakim Terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Sanksi terhadap "pelanggaran berat" hanya "pemberhentian tidak dengan hormat" dan tidak ada sanksi lain sebagaimana diatur pada Pasal 41 huruf c dan Pasal 47 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Satu hal yang menggembirakan saya ialah bahwa dalam rapat-rapat Majelis Kehormatan yang membahas laporan mengenai dugaan pelanggaran oleh Hakim Terlapor, dan fakta-fakta yang terungkap dalam sidang dan rapat, pembelaan Hakim Terlapor, keterangan saksi (termasuk Hakim-Hakim Konstitusi lainnya yang didengar keterangannya). Pendapat kami atas semua itu hampir sama, dan terjadi diskusi yang sangat substantif, namun saling menghormati dibarengi saling senyum.
ADVERTISEMENT
Namun, dalam membuat kesimpulan dan penentuan sanksi terhadap Hakim Terlapor Anwar Usman kami berbeda sehingga saya harus memberikan dissenting opinion.
Menurut saya, mungkin karena latar belakang saya sebagai akademisi hukum memang sepanjang karier saya yang terus berprofesi sebagai akademisi yaitu dosen. Saya dosen di Universitas Indonesia (UI) selama 35 Tahun (1971 - 2006), dan dosen di Universitas Pelita Harapan dari tahun 2003 hingga sekarang (sudah 20 tahun).
Sebagai dosen saya juga mengamalkan ilmu saya sebagai anggota Dewan Etik Hakim Konstitusi dari tahun 2018 sampai dengan 2020, tetap diangkat berdasarkan kriteria akademik saya, sehingga di jiwa dan pikiran saya utuh sifat keilmuan. Cara saya berpikir dan berpendapat selalu konsisten sebagai seorang ilmuan atau akademisi. Karena itu, dalam memandang dan menilai sesuatu masalah, peristiwa, keadaan, gejala yang ada, selalu berdasarkan apa adanya (just the way it is).
ADVERTISEMENT
Itulah sebabnya dalam memberi putusan pada pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi a quo, saya memberi putusan sesuai aturan yang berlaku, dan tingkat pelanggaran Kode Etik yang terjadi dan terbukti, yaitu sanksi bagi Hakim Terlapor berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi.
Saya gembira, bahwa dalam membuat putusan ini, kami bertiga bersikap saling memahami dan dalam suasana batin penuh senyum yang diakhiri dengan salaman bersama. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.