Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Anwar Usman divonis melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi, oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Selasa (7/11). Dia pun disanksi pemberhentian sebagai Ketua MK.
ADVERTISEMENT
Sehari kemudian, Rabu (8/11), Anwar menggelar konferensi pers di Gedung MK merespons keras putusan MMK tersebut. Berdasarkan poin-poin yang dibacakan Anwar, tidak satu pun ada kata maaf dan menyatakan mundur.
Soal mundur itu bahkan Anwar singgung lagi soal putusan MKMK. "Ada enggak di amar putusan majelis kehormatan?" ujar Anwar usai konpers, Rabu (8/11).
Pada konpers, Anwar menyatakan vonis MKMK itu merupakan fitnah keji yang dialamatkan padanya dalam menangani perkara Nomor 90/PUU/XXI/2023. Dia menilai putusan itu tak berdasarkan fakta hukum.
Perkara 90 itu adalah yang mengubah syarat usia capres-cawapres sehingga Gibran Rakabuming Raka, ponakan Anwar, bisa maju menjadi bacawapres.
Anwar menyebut bahwa dirinya sudah tahu ada upaya atau skenario politis.
“Meski saya sudah mendengar ada skenario untuk membunuh karakter saya, tetapi saya tetap berbaik sangka, berkhusnudzon, karena memang sudah seharusnya, begitulah cara dan karakter seorang muslim,” kata Anwar.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, adik ipar dari Presiden Joko Widodo itu juga menyebut kariernya sebagai Hakim yang dimulai sejak 1985 itu selalu berpedoman terhadap peraturan dan tidak pernah melanggar etik.
Kendati begitu, sejumlah elemen masyarakat menilai bahwa putusan MK nomor 90 itu sangat kental dengan konflik kepentingan untuk memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres.
Anwar dalam konferensi pers tersebut juga tidak menyatakan mundur sebagai hakim konstitusi. Ia malah menyebut putusan MKMK itu janggal, salah satunya karena proses peradilan etik yang seharusnya berjalan tertutup tetapi dilakukan secara terbuka.
“Hal itu secara normatif tentu menyalahi aturan dan tidak sejalan dengan tujuan dibentuknya MKMK yang ditujukan untuk menjaga keluhuran dan martabat Hakim Konstitusi baik secara individual maupun secara konstitusional,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
“Begitu pula halnya tentang putusan MKMK meski dengan dalih melakukan terobosan hukum dengan tujuan mengembalikan citra MK di mata publik, hal tersebut tetap merupakan pelanggaran norma terhadap ketentuan yang berlaku,” sambungnya.
Ia menegaskan bahwa putusan nomor 90 itu bukanlah hal yang patut dipandang sebagai konflik kepentingan. Di sisi lain, ia berdalih beberapa putusan MK sebelumnya sejak era kepemimpinan Jimly hingga Mahfud MD juga ada beberapa putusan yang dianggap memiliki konflik kepentingan.
“Pengujian UU di MK adalah penanganan perkara yang bersifat umum, bukan bersifat pribadi atau individual yang bersifat privat,” tuturnya.
“Telah berulang kali saya sampaikan di hadapan publik cukilan ayat Quran dan kisah-kisah di zaman Rasulullah dan para sahabat tentang pentingnya berlaku adil. Apalagi bagi seorang hakim,” katanya.
ADVERTISEMENT